TANGGAL 27 Rajab kita sama-sama rayakan untuk
memperingati Isra Miraj. Itulah hari
yang membawa Nabi Muhammad SAW mencapai kemuliaannya. Nabi Muhammad merupakan
satu-satunya manusia yang bisa bertemu Allah SWT ketika masih hidup.
Perjalanan Isra Miraj bukan hanya membawa Nabi Muhammad
berjalan dari Masjidil Haram di Mekkah ke Masjidil Aqsa di Jerussalem, tetapi
juga melakukan perjalanan spiritual bertemu Sang Maha Pencipta. Dari beberapa
kali pertemuan, Nabi Muhammad kemudian mendapat perintah untuk menjalankan
salat lima waktu bagi dirinya dan juga pengikutnya kemudian.
Semua perjalanan itu dilakukan dalam satu malam. Malaikat
Jibril yang menemani perjalanan Nabi Muhammad pada malam itu, namun hanya Nabi
Muhammad yang mendapat kesempatan untuk
bertemu dan berbicara langsung dengan Yang Maha Kuasa.
Umat Islam yang menjadi pengikut Nabi Muhammad diwajibkan
untuk menjalankan perintah-Nya. Kewajiban untuk melaksanakan shalat merupakan
kunci bagi kita menuju kesempurnaan dan kemuliaan sebagai manusia.
Kemuliaan sebagai manusia itu terletak pada kemampuan kita
untuk memanusiakan sesama. Sebagai makhluk ciptaan Tuhan, kita diwajibkan untuk
menghormati sesama manusia dan bahkan untuk saling tolong menolong.
Kita tidak boleh memperolok sesama manusia. Segala kelebihan
dan kekurangan yang ada pada setiap manusia merupakan rahasia-Nya. Kita tidak
diperkenankan untuk mencelanya.
Ketika kita memeringati Isra Miraj tentunya jangan hanya
seremoninya yang kita lakukan. Yang terlebih harus melekat pada keseharian kita
adalah teladan yang diberikan Nabi Muhammad yang dikenal sebagai orang yang
santun, orang yang penyayang, orang yang peduli, tetapi juga dikenal tegas.
Bangsa Indonesia dulu dikenal juga sebagai bangsa yang
ramah. Tutur kata bangsa Indonesia dikenal lembut dan bersahabat. Kekuatan
itulah yang membuat bangsa Indonesia dihormati di dunia.
Setelah era reformasi, kita justru tidak lagi melihat Bangsa
Inddonesia yang seperti dulu. Tiba-tiba kita menjadi bangsa yang kehilangan
budi pekerti. Seakan-akan tidak ada lagi sopan santun pada diri Bangsa
Indonesia.
Memang era reformasi membawa kita kepada kebebasan. Namun
kebebasan itu tidak harus membuat berubah, apalagi sampai kehilangan jati diri.
Kita seharusnya bisa tetap menjadi bangsa Indonesia yang dikenal selama ini.
Pendiri Maarif Institute, Buya Syafii Maarif melihat bahwa
ketiadaan teladan dari pemimpin membuat kita sebagai bangsa kemudian kehilangan
jati diri. Kita menjadi bangsa yang berbeda, yang cenderung menjadi kasar dalam
tindakan dan ucapan.
Sekarang ini begitu mudah sepertinya kata-kata kasar itu
diucapkan. Bahkan kita tidak pernah merasa bersalah untuk menyakiti sesama.
Tindak kekerasan begitu mudah terjadi di sekitar kita.
Pada masa pemilihan umum seperti sekarang, kita melihat
begitu marak munculnya kampanye hitam. Kampanye yang dilemparkan melalui media
sosial bahkan sudah tidak berperasaan untuk menjelek-jelekkan pihak lain yang
dianggap sebagai lawan.
Kalau kita mengimbau agar cara-cara seperti itu perlu segera
diakhiri, karena kita membangun kebebasan bukan untuk tujuan itu. Kebebasan
yang kita perjuangkan adalah untuk memperkuat kita dan membawa bangsa ini ke
arah kemajuan.
Persaingan yang terjadi bukan harus saling melemahkan.
Persaingan itu harus dipakai untuk memacu kita menghasilkan karya yang lebih
besar. Sebab, dari persaingan yang sehatlah akan dihasilkan karya-karya yang
lebih baik.
Kita sungguh mendambakan sebuah Indonesia yang damai, adil,
makmur, kuat, dan sejahtera. Untuk itu maka kuncinya terletak pada manusianya.
Bagaimana kita melahirkan pribadi-pribadi yang mulia. Peringatan Isra Miraj
menjadi salah satu momentum untuk menghasilkan manusia-manusia yang berhati
mulia.
(Jco)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar