***
Mga Kota 'BANYAK TAHU' Tak Menjadi Kota 'TIDAK TAHU'
SUMEDANG, Pikiran Rakyat.- Para perajin tahu tempe di Sumedang, kemungkinan besar tidak akan mengikuti aksi mogok produksi sementara, dari tanggal 25 Juli hingga 27 Juli nanti.
Hal itu, seperti terungkap dalam surat edaran yang dilayangkan Pusat Koperasi Produsen Tempe Tahu Indonesia (Puskopti) Jabar kepada Kopti Kab. Sumedang, tertanggal 20 Juli 2012 lalu. Surat edaran itu, merupakan keputusan Rapat Anggota Tahunan, Puskopti Jabar, 5 Juli 2012
“Terlalu berat, kalau para perajin harus menghentikan produksinya sementara. Sebab, dampaknya akan luas. Tak hanya dirasakan oleh para perajin saja, melainkan juga oleh pedagang dan konsumen. Seandainya produksi sampai terhenti, kehidupan mereka akan terganggu. Oleh karena itu, kemungkinan besar para perajin maupun pedagang tahu tempe di Sumedang, besok tetap akan beraktivitas seperti biasanya,” kata Sekretaris Kopti Kab.Sumedang, H. Rahmat Iriana ketika ditemui di kantornya, Selasa (24/7)
Menurut dia, terlalu berat jika para perajin sampai menghentikan sementara produksi tahu dan tempenya. Sebab, jika mereka menghentikan produksinya, berarti mereka tidak mempunyai penghasilan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Dampak lainnya, kebutuhan konsumen pun akan terganggu.
“Belum lagi nasib para karyawannya dan pedagang, seandainya produksi berhenti. Apalagi perajin tahu tempe di Sumedang cukup banyak hingga 297 orang, yang 70 persennya perajin tahu sumedang. Nah mereka mempunyai otoritas sendiri, sehingga kita tidak bisa melakukan intervensi terlalu jauh, apalagi terkait produksi. Lagi pula, tidak semua perajin anggota kita,” kata Rahmat didampingi Bendahara, Daskum..
Terkait kenaikan harganya, kata dia, ketika harga kedelai impor naik, tanpa disuruh pun para perajin sudah langsung mengurangi ukuran tahu tempenya. Apalagi kenaikan harga kedelai, sudah berlangsung lama sejak Juni lalu.
Perkembangan terakhir, dari harga pada Sabtu, (21/7) lalu Rp 7.700 per kg, kini melonjak menjadi Rp 7.900 per kg. Bahkan harga di daerah pelosok bisa mencapai kisaran Rp 8.000-Rp 8.100 per kg karena ditambah ongkos transportasi.
“Jadi kalau harga kedelainya naik, otomatis para perajin menyiasatinya dengan mengurangi ukurannya. Kalau menaikan harga jual, terlalu berat bila melihat daya beli masyarakat saat ini,” ujarnya.
Lebih jauh Rahmat menjelaskan, alasan kenaikan harga kacang kedelai impor Amerika Serikat akibat terjadi kemarau panjang, kapal dihadang cuaca buruk di laut atau pun harga dolar naik, dinilai hanya dalih para importir saja.
Yang pasti, kenaikan harga tersebut dipicu akibat buruknya tata niaga kedelai di dalam negeri. Sebab, tata niaga kedelai impor dari hulu sampai hilir dikuasai para importir Cina.
“Semestinya, pemerintah harus kembali memegang kendali tata niaga impor kedelai di dalam negeri. Perbandingannya, minimal pemerintah 60 persen, sementara importir 40 persen. Dengan begitu, harga kedelai impor bisa dikendalikan. Nasib, para petani lokal maupun perajin tahu tempe bisa tertolong. Kalau penghapusan bea masuk dari 5 persen menjadi 0 persen, saya tidak setuju. Sebab, pengaruhnya hanya sementara untuk menambah pasokan saja. Secara jangka panjang, bea masuk 0 persen itu hanya akan dinikmati importir saja,” tuturnya. (A-67/A-89)***
at pic
Tidak ada komentar:
Posting Komentar