Agak "lucu" bagi saya....... Pertama kalau mau kaku letterlek kan mestinya di lakukan juga proses yang sama ketika setiap kali ingin menentukan jam Sholat Subuh, Sholat Dzuhur, Sholat Ashar, Sholat Maghrib, dan Sholat Isya dan itu setiap hari 5 kali sehari harus di lakukan toh?
Kedua, setelah misalnya di tentukan awal Ramadhan lalu sistem penanggalannya harus di ubah toh....tetapi tidak pernah ada perubahan itu.
Ketiga, bukankah bulan, bumi dan matahari berada di garis edarnya masing-masing dan memiliki kecepatan edar yang stabil, jadi bisa saja toh di pusatkan di satu titik internasional lalu tinggal meghitung selisih waktu di tiap-tiap pembagian waktu. (mis : WIB, WITA, WIT, untuk Indonesia) dan pembagian waktu lain di belahan bumi yang lain.
masalahnya ada di definisi kemungkinan bisa dilihat oleh manusia. Muhammadiyah bilang hilal sudah di atas ufuk, tapi mungkin gak bisa diliha manusia, nah kemungkinan yang pake rukyat mutlak akan bilang puasa belum mulai, tapi Muhammadiyah bilang menurut perhitungan sudah bisa.
Kalo saya cenderung megang yang bisa dilihat manusia, kecuali semua sudah nyerah karena awan, baru hisab. Toh lebih menyenangkan memastikan diri melihat.
Perhitungan sendiri gak bisa saklek, masih ada kemungkinan harus direvisi karena sejatinya bulan itu nge-drift menjauh dari bumi sedikit demi sedikit (kata para ilmuwan).
@rasikiniin.. Untuk waktu sholat, itu ditentukan harian dengan mengukur posisi Matahari. Jadi Kalender Syamsiah & Qomariah, dua-duanya dibutuhkan Kaum Muslimin. Ya, lucu jg .. knp awal Ramadhan rame, sdg awal Dzulhijjah tidak, pdhl sama2 ada Sholat I'ed. Pdhl, katanya di jaman Dinasti Islam; I'edul Adha itu lebih rame drpd I'edul Fitri. Orang2 berlomba untuk Qurban hingga yg dipotong ratusan.
@zenstrive.. sekedar tertarik dg kalimat yg ini: 35.karena pengalaman 10 tahun ramadhan, pemerintah banyak ngawurnya dlm tentukan masalah awal-akhir ramadhan, dan yg brkaitan dengannya ...
Agak "lucu" bagi saya.......
BalasHapusPertama kalau mau kaku letterlek kan mestinya di lakukan juga proses yang sama ketika setiap kali ingin menentukan jam Sholat Subuh, Sholat Dzuhur, Sholat Ashar, Sholat Maghrib, dan Sholat Isya dan itu setiap hari 5 kali sehari harus di lakukan toh?
Kedua, setelah misalnya di tentukan awal Ramadhan lalu sistem penanggalannya harus di ubah toh....tetapi tidak pernah ada perubahan itu.
Ketiga, bukankah bulan, bumi dan matahari berada di garis edarnya masing-masing dan memiliki kecepatan edar yang stabil, jadi bisa saja toh di pusatkan di satu titik internasional lalu tinggal meghitung selisih waktu di tiap-tiap pembagian waktu. (mis : WIB, WITA, WIT, untuk Indonesia) dan pembagian waktu lain di belahan bumi yang lain.
Begitu toh...?
masalahnya ada di definisi kemungkinan bisa dilihat oleh manusia. Muhammadiyah bilang hilal sudah di atas ufuk, tapi mungkin gak bisa diliha manusia, nah kemungkinan yang pake rukyat mutlak akan bilang puasa belum mulai, tapi Muhammadiyah bilang menurut perhitungan sudah bisa.
BalasHapusKalo saya cenderung megang yang bisa dilihat manusia, kecuali semua sudah nyerah karena awan, baru hisab. Toh lebih menyenangkan memastikan diri melihat.
Perhitungan sendiri gak bisa saklek, masih ada kemungkinan harus direvisi karena sejatinya bulan itu nge-drift menjauh dari bumi sedikit demi sedikit (kata para ilmuwan).
@rasikiniin.. Untuk waktu sholat, itu ditentukan harian dengan mengukur posisi Matahari. Jadi Kalender Syamsiah & Qomariah, dua-duanya dibutuhkan Kaum Muslimin.
BalasHapusYa, lucu jg .. knp awal Ramadhan rame, sdg awal Dzulhijjah tidak, pdhl sama2 ada Sholat I'ed. Pdhl, katanya di jaman Dinasti Islam; I'edul Adha itu lebih rame drpd I'edul Fitri. Orang2 berlomba untuk Qurban hingga yg dipotong ratusan.
@zenstrive.. sekedar tertarik dg kalimat yg ini: 35.karena pengalaman 10 tahun ramadhan, pemerintah banyak ngawurnya dlm tentukan masalah awal-akhir ramadhan, dan yg brkaitan dengannya ...