***

7/04/2012

Nisfu Sya'ban

http://www.hidayatullah.com/dev/read/23387/30/06/2012/profmuslimibrahimhaditsdhaifbolehdiamalkan.html
Ketua MPU Provinsi Aceh yang juga Dewan Penasehat Ikatan Alumni Timur Tengah (IKAT) Aceh, Prof.Dr.Tgk.H. Muslim Ibrahim, MA menegaskan bahwa hadits- hadits dhaif boleh diamalkan selama tidak bertentangan dengan hadits shahih.

“Selama tidak bertentangan dengan hadist shahih dan ada hadist pendukung, silahkan diamalkan,” ucapnya dalam program mingguan IKAT, Bahtsul Masail dan Kajian Keislaman dengan Tema “Seputar Amalan Nisfu Sya’ban Antara Sunnah dan Tradisi,” Sabtu sore, 30 Juni 2012 di Sekretariat IKAT Aceh kawasan Beurawe, Banda Aceh.

Acara yang digagas oleh Divisi Litbang dan Pengkajian IKAT, dihadiri oleh 60 lebih peserta dari kalangan intern IKAT Aceh dan dari kalangan umum termasuk para mahasiswa/i perguruan tinggi negeri dan swasta di kota Banda Aceh dan Aceh Besar.

Dalam kesempatan tersebut Prof. Muslim juga mengupas tentang kejadian-kejadian besar Islam yang terjadi pada bulan Sya’ban, yaitu: pemindahan qiblat dari masjid
al-Aqsha ke masjidil haram, terjadinya haditsul ifki (tuduhan terhadap Siti Aisyah) dan pergantian buku amalan tahunan malam nisfu Sya’ban.

“Kita sudah memasuki Bulan Sya’ban, amalan-amalan yang bisa dilakukan di bulan Sya’ban di antaranya dengan memperbanyak doa dan zikir, meperbanyak shalat sunat dan juga berpuasa nisfu sya’ban,” tambah beliau menanggapi pertanyaan tentang nisfu Sya’ban yang sudah dekat.

Terkait acara Bahstul Masail dan Kajian Keislaman, Ketua IKAT Aceh, H.M.Fadhil Rahmi, Lc didampingi moderator acara, H.Mizaj Iskandar, L.LM mengatakan program ini adalah forum kajian yang membahas masalah keagamaan bersifat ilmiah dan aplikatif dalam menghadapi berbagai permasalahan yang muncul dalam kehidupan sehari-hari. Acara digelar setiap Sabtu sore dan terbuka untuk umum.

”Siapa saja boleh menghadirinya. Dalam kajiannya, IKAT menghadirkan tokoh-tokoh agama terkemuka dan ulama Aceh dari kalangan IKAT sendiri dan lainnya seperti Tgk.H. Muhammad Ismi, MA (Abu Madinah), Dr.Tgk.H.Syukri Yusuf, MA, Ust.M.Yusran Hadi, MA, Tgk.H.Masrul Aidi, dan lainnya,” ujar Fadhil mengakhiri.*/ifk-IKAT Aceh


Jangan Jadikan Nisfu Sya’ban Sumber Perpecahan dan Keterbelakangan

Selasa, 27 Juli 2010

Hidayatullah.com--Sebagaimana diketahui, di pertengahan bulan Sya’ban yang dikenal dengan istilah nisfu sya’ban, banyak umat Islam yang menghidupkan malamnya dengan qiyam dan siangnya dengan puasa, termasuk di Indonesia sendiri.

Akan tetapi fakta bahwa ada sebagian umat Islam lain tidak setuju dengan amalan ini tidak bisa dipungkiri, sehingga seringkali terjadi hubungan tidak sehat antara yang pro dan yang kontra. Darul Ifta’ Al Mishriyah, Lembaga Fatwa Mesir telah mewanti-wanti agar persoalan seperti ini jangan sampai menjadikan sumber perpecahan dan keterbelakangan.

“Harus diketahui bahwa hal semacam ini bukanlah sebuah persoalan, dan bukanlah hal yang memisahkan antara pengamal sunnah atau pelaku bid’ah, bukan pula pelaku ketaatan atau pelaku maksiat.” Demikian tanggapan Amin Fatwa (Komisi Fatwa) Darul Ifta, menjawab pertanyaan hidayatullah.com mengenai perselisihan yang biasa terjadi karena khilaf dalam ibadah nishfu Sya’ban.

Bahkan dengan tegas pihak Darul Ifta’ memperingatkan bahwa sibuk dalam masalah seperti ini menyebabkan kemunduran umat.

“Setiap muslim tidak boleh menjadikan hal ini sebagai perkara besar, yang harus mendapat perhatian besar. Karena sesungguhnya penyebab kemunduran umat adalah terlalu sibuk dengan masalah-masalah yang bukan merupakan prioritas utama.”

Dengan demikian, Darul Ifta’ menyatakan bahwa tidak sepatutnya umat Islam memperselisihkan masalah ini, yang bisa menyebabkan salah satu mencela saudaranya yang lain.

Mengenai kedudukan hadits fadhilah nisyfu Sya’ban, Darul Ifta’ menjelaskan bahwa hadits mengenai sunnahnya melakukan puasa dan qiyam dihukumi dhaif oleh Al Hafidz Al Iraqi dalam Takhrij Ihya’. Akan tetapi ada hadits lain yang diriwayatkan Imam Muslim yang membolehkan puasa itu. Bahwa Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam berkata kepada seorang laki-laki, ”Apakah engkau telah melakukan puasa di pertengahan bulan ini (Sya’ban)? Laki-laki itu menjawab, “Tidak.” Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda, ”Jika engkau telah menunaikan puasa Ramadhan maka berpuasalah satu atau dua hari.”

Lembaga yang dipimpin oleh Mufti Mesir, Prof. Dr. Ali Jum’ah ini menyebutkan bahwa ada hadits lain yang menjelaskan fadhilah malam nishfu Sya’ban, yang diriwayatkan Ahmad dan Tirmidzi dari Ibnu Amru secara marfu’, menjelaskan bahwa Allah mendatangi hamba-Nya di malam hari pertengahan Sya’ban, dan mengampuni hamba-hamba-Nya, kecuali dua, yakni orang yang saling membenci atau pembunuh.

“Dengan demikian, tidak mengapa jika ada seorang muslim yang “menyambut” rahmat Allah ini dengan melakukan puasa di siang harinya dan qiyam di malam harinya.” Demikian Darul Ifta’ menutup pernyataannya yang ditujukan kepada hidayatullah.com melalui surat elektronik, beberapa waktu yang lalu. [tho/www.hidayatullah.com]

1 komentar:

  1. biasanya yang ikutan tergiur dengan pahala besar dengan amalan ringan, banyak juga yang gak tahu bahwa banyak orang dulu bikin hadits2 palsu untuk memotivasi orang beribadah, dng me-"mark up" pahala yang diberikan. Akhirnya banyak yang lupa bahwa kesalehan tidak hanya ritual t api juga sosial dan aktual dalam kehidupan

    BalasHapus